Hak asasi manusia (disingkat HAM,bahasa Inggris: human rights,bahasa Prancis:droits de l'homme) adalah sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia.Hak asasi manusia berlaku kapanpun,di manapun,dan kepada siapapun,sehingga sifatnya universal.HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut. Hak asasi manusia juga tidak dapat dibagi-bagi,saling berhubungan,dan saling bergantung.Hak asasi manusia biasanya dialamatkan kepada negara,atau dalam kata lain,negaralah yang mengemban kewajiban untuk menghormati,melindungi,dan memenuhi hak asasi manusia,termasuk dengan mencegah dan menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh swasta.Dalam terminologi modern, hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi hak sipil dan politik yang berkenaan dengan kebebasan sipil (misalnya hak untuk hidup,hak untuk tidak disiksa,dan kebebasan berpendapat),serta hak ekonomi, sosial,dan budaya yang berkaitan dengan akses ke barang publik (seperti hak untuk memperoleh pendidikan yang layak,hak atas kesehatan,atau hak atas perumahan).

Secara konseptual,hak asasi manusia dapat dilandaskan pada keyakinan bahwa hak tersebut "dianugerahkan secara alamiah" oleh alam semesta,Tuhan,atau nalar.Sementara itu,mereka yang menolak penggunaan unsur alamiah meyakini bahwa hak asasi manusia merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat.Ada pula yang menganggap HAM sebagai perwakilan dari klaim-klaim kaum yang tertindas,dan pada saat yang sama juga terdapat kelompok yang meragukan keberadaan HAM sama sekali dan menyatakan bahwa hak asasi manusia hanya ada karena manusia mencetuskan dan membicarakan konsep tersebut.Dari sudut pandang hukum internasional,hak asasi manusia sendiri dapat dibatasi atau dikurangi dengan syarat-syarat tertentu. Pembatasan biasanya harus ditentukan oleh hukum,memiliki tujuan yang sah,dan diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis. Sementara itu,pengurangan hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat yang mengancam "kehidupan bangsa",dan pecahnya perang pun belum mencukupi syarat ini.Selama perang, hukum kemanusiaan internasional berlaku sebagai lex specialis.Walaupun begitu,sejumlah hak tetap tidak boleh dikesampingkan dalam keadaan apapun, seperti hak untuk bebas dari perbudakan maupun penyiksaan.

Masyarakat kuno tidak mengenal konsep hak asasi manusia universal seperti halnya masyarakat modern.Pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi manusia adalah konsep hak kodrati yang dikembangkan pada Abad Pencerahan, yang kemudian memengaruhi wacana politik selama Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis. Konsep hak asasi manusia modern muncul pada paruh kedua abad kedua puluh,terutama setelah dirumuskannya Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia (PUHAM) di Paris pada tahun 1948.Semenjak itu,hak asasi manusia telah mengalami perkembangan yang pesat dan menjadi semacam kode etik yang diterima dan ditegakkan secara global.Pelaksanaan hak asasi manusia di tingkat internasional diawasi oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan badan-badan traktat PBB seperti Komite Hak Asasi Manusia PBB dan Komite Hak Ekonomi,Sosial,dan Budaya,sementara di tingkat regional,hak asasi manusia ditegakkan oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, Pengadilan Hak Asasi Manusia Antar-Amerika,serta Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk Afrika.Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi,Sosial,dan Budaya (ICESCR) sendiri telah diratifikasi oleh hampir semua negara di dunia saat ini.

Hakikat

Di kalangan akademisi, terdapat empat mazhab dengan perbedaan pandangan perihal hakikat daripada konsep "hak asasi manusia",yaitu mazhab "natural","deliberatif", "protes", dan "diskursus".Mazhab "natural" memakai definisi hak asasi manusia yang paling dikenal,yaitu bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki oleh seseorang karena ia adalah seorang manusia.Para penganut mazhab ini percaya bahwa hak asasi manusia "dianugerahkan" secara "alamiah",baik itu oleh Tuhan, alam semesta,berdasarkan nalar, ataupun dari sumber-sumber transendental lainnya.Bagi mereka,hak asasi manusia bersifat universal karena hak tersebut bersifat alamiah.Mereka juga berkeyakinan bahwa hak asasi manusia itu selalu ada terlepas dari pengakuan oleh masyarakat,walaupun mereka tetap menyambut kodifikasi hak asasi manusia dalam hukum positif.

Mazhab natural ini merupakan pandangan "tradisional" dalam bidang hak asasi manusia,tetapi seiring berjalannya waktu, semakin banyak yang beralih ke mazhab "deliberatif", yaitu sebuah mazhab yang menganggap hak asasi manusia sebagai nilai-nilai politik yang disepakati oleh suatu masyarakat. Mazhab ini menolak upaya untuk memasukkan unsur-unsur naturalistik ke dalam konsep hak asasi manusia.Para pendukung mazhab ini tetap ingin agar hak asasi manusia bersifat universal,tetapi mereka merasa bahwa hal ini hanya akan tercapai apabila semua orang menerima hak asasi manusia sebagai standar hukum dan politik terbaik untuk mengatur jalannya hidup masyarakat.Menurut mazhab deliberatif,salah satu cara untuk mengungkapkan nilai-nilai hak asasi manusia yang telah disepakati adalah melalui hukum tata negara.

Mazhab yang ketiga,yaitu mazhab "protes",menyatakan bahwa hak asasi manusia menyampaikan klaim-klaim dari kaum miskin dan tertindas.Maka dari itu,hak asasi manusia dipandang sebagai klaim dan aspirasi yang berupaya mengubah status quo demi kepentingan kaum yang terpinggirkan. Sementara itu,mazhab "diskursus" mengklaim bahwa hak asasi manusia hanya ada karena orang-orang membicarakan konsep tersebut.Oleh sebab itu,tokoh-tokoh yang memiliki pandangan seperti ini merasa bahwa hak asasi manusia tidaklah dianugerahkan secara alamiah.Mereka tetap mengakui bahwa hak asasi manusia telah menjadi alat untuk mengemukakan klaim-klaim politik,tetapi mereka merasa khawatir dengan "imperialisme" berupa pemaksaan hak asasi manusia, dan mereka juga berupaya menunjukkan keterbatasan sistem hak asasi manusia yang bersifat individualistik.Pada saat yang sama, ada juga dari kalangan pendukung mazhab ini yang berpandangan bahwa hak asasi manusia kadang-kadang berdampak positif, tetapi mereka masih tidak percaya kepada hak asasi manusia dan menginginkan adanya proyek emansipasi yang lebih baik.

Ciri-ciri utama dari mazhab-mazhab ini dapat dilihat di tabel berikut:

Hak Asasi ManusiaNaturalDeliberatifProtesDiskursus
HakikatDianugerahkanDisepakatiDiperjuangkanDibicarakan
RupaHakAsasKlaim/AspirasiTergantung pencetusnya
FungsiUntuk semua orangUntuk menjalankan pemerintahan dengan adilTerutama bagi mereka yang menderitaSeharusnya untuk yang menderita, tapi pada praktiknya tidak
SumberAlam/Tuhan/nalarKonsensusTradisi perjuangan sosialBahasa
Bisa Menjadi Hukum?Memang inilah tujuannyaBisa, dan HAM biasanya memang ada dalam bentuk hukumPerlu, tetapi hukum sering mencederai HAMHukum HAM itu ada, tetapi tidak mengejawantahkan sesuatu yang lebih besar
Bersifat universal?Ya, bagian dari struktur alam semestaBisa jadi, tergantung konsensusPada dasarnya karena penderitaan bersifat universalTidak, sifat universal hanya berupa dalih

Sebagai catatan, mazhab-mazhab ini bisa saling bertumpang tindih, atau dalam kata lain,terdapat pandangan-pandangan yang berupa penggabungan dari berbagai unsur dalam mazhab-mazhab di atas.


Ciri-ciri

Terlepas dari perbedaan pandangan mengenai hakikatnya,berdasarkan makna harfiahnya,hak asasi manusia umumnya dianggap sebagai hak yang dimiliki seseorang karena ia adalah seorang manusia.Hak asasi manusia bersifat "universal", atau dalam kata lain hak tersebut dimiliki oleh semua orang di seantero jagat. Maka dari itu, konsep "universal" dalam artian ini berkaitan dengan cakupan penerapan hak asasi manusia yang memadukan cakupan wilayah (ratione loci) terluas dengan cakupan perorangan (ratione personae) yang juga paling luas.Bahkan dapat dikatakan bahwa penyebutan istilah geografis dalam makna dari konsep "universal" itu berlebihan,karena hak asasi manusia berlaku kepada semua orang tanpa terkecuali,sehingga tidak masalah orang itu sedang berada di mana.Dalam konsep ini juga terkandung pemahaman bahwa tidak ada manusia yang lebih rendah daripada yang lain, dan juga bahwa tidak ada manusia yang "bukan manusia",sehingga asas universal sangat terkait dengan asas kesetaraan dan non-diskriminasi.Hal ini juga menandakan bahwa hak asasi manusia tidak dapat dicabut (inalienable) karena seseorang tidak dapat mengubah ataupun meniadakan jati diri manusianya.

Hak asasi manusia bersifat subjektif, dalam artian selalu ada yang menjadi pemilik hak.Setiap hak juga memiliki objek, misalnya "kebebasan berkumpul".Hak selalu dialamatkan kepada suatu pihak atau pihak-pihak lain, dan hak asasi manusia utamanya diarahkan kepada negara.Maka dari itu, hak asasi manusia dapat dianggap memiliki hakikat ganda dalam artian yang dikumandangkan tidak hanya keberadaan hak-hak,tetapi juga kewajiban serta pihak yang menjadi pemegang kewajiban tersebut. Setiap hak juga merincikan posisi normatif pemilik hak dan pihak yang dialamatkan oleh hak tersebut. Sebagai contoh, hak untuk menikah bukan berarti setiap orang bisa mengklaim bahwa ia harus menikah.Kandungan normatif dari hak tersebut menyatakan bahwa setiap orang bebas mengubah status hukum mereka untuk hidup bersama dengan orang lain yang bersedia, dan tidak ada yang bisa dipaksa untuk menikah ataupun menerima lamaran orang lain.Berbagai hak juga memiliki pengecualian, contohnya adalah kebebasan berkumpul yang tidak dapat menghentikan negara dalam upaya mereka untuk memberantas organisasi kriminal.

Dari sudut pandang hukum internasional,penerima hak asasi manusia adalah individu,dan hak asasi hanya dapat dialamatkan kepada negara.Oleh sebab itu, hak asasi manusia tidak dapat dialamatkan kepada pihak perorangan ataupun organisasi masyarakat yang bukan bagian dari pemerintah,walaupun pemerintah tetap diwajibkan untuk melindungi rakyatnya dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh swasta.Hak asasi manusia pada dasarnya berlaku pada masa damai maupun perang, meskipun terdapat berbagai hak dapat dikurangi dalam keadaan darurat.Hak asasi manusia sendiri dilindungi di tingkat internasional dengan tujuan untuk menjaga martabat manusia,sehingga hak-hak tersebut haruslah hak yang bersifat mendasar.

Proklamasi Teheran pada tahun 1968 menyatakan bahwa hak asasi manusia bersifat utuh atau tidak dapat dibagi (indivisible).Dalam Deklarasi dan Program Aksi Wina yang dikumandangkan pada tahun 1993,negara-negara juga mengakui bahwa hak asasi manusia bersifat "universal", "tidak dapat dibagi", "saling bergantung" (interdependent), dan "saling berhubungan" (interrelated).Hal ini ditegaskan kembali dalam Pertemuan Puncak Dunia 2005 dan juga oleh Resolusi Majelis Umum PBB tahun 2006 yang mendirikan Dewan Hak Asasi Manusia PBB.Selain itu,Deklarasi dan Program Aksi Wina juga menyatakan bahwa "penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar tanpa membeda-bedakan atas dasar apapun merupakan aturan dasar hukum hak asasi manusia internasional",dan instrumen-instrumen hak asasi manusia di tingkat internasional menjamin hak kesetaraan dan non-diskriminasi.

Jenis-jenis

Terdapat berbagai macam hak yang terkandung dalam instrumen-instrumen internasional,seperti hak kesetaraan dan non-diskriminasi,hak untuk hidup,hak atas peradilan yang jujur,kebebasan berserikat, kebebasan berkumpul,kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi,hak atas standar hidup yang layak, hak untuk memperoleh pendidikan,hak atas pekerjaan, dan lain-lain.Meskipun hak asasi manusia pada hakikatnya bersifat utuh,pengategorian dapat dilakukan atas dasar konseptual.Dalam penerapannya, hak asasi manusia tetap tidak dapat dipecah-pecah dan harus dilihat secara keseluruhan.

Hak sipil dan politik" dan "hak ekonomi, sosial,dan budaya

Hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi "hak sipil dan politik" dan "hak ekonomi, osial,dan budaya".Pada dasarnya,hak ekonomi,sosial,dan budaya berupaya memastikan agar individu dapat mengakses barang publik tertentu seperti perumahan, pendidikan, atau layanan kesehatan.Oleh sebab itu, hak ekonomi, sosial, dan budaya membutuhkan investasi yang besar dari negara,sehingga hak-hak tersebut tidak dapat diwujudkan dalam sekejap.ICESCR mengakui kenyataan ini, dan Pasal 2 ICESCR hanya mengharuskan negara untuk mengupayakan "perwujudan progresif" (progressive realization):

Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini, berjanji untuk mengambil langkah-langkah, baik secara individual maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional, khususnya di bidang ekonomi dan teknis sepanjang tersedia sumber dayanya, untuk secara progresif mencapai perwujudan penuh dari hak-hak yang diakui oleh Kovenan ini dengan cara-cara yang sesuai, termasuk dengan pengambilan langkah-langkah legislatif.

Hak generasi pertama, kedua,dan ketiga

Hak asasi manusia juga dapat digolongkan berdasarkan generasi. Pengategorian ini pertama kali dicetuskan oleh pakar hak asasi manusia Ceko-Prancis Karel Vasak.Berdasarkan klasifikasi ini, terdapat tiga jenis hak,yakni hak generasi pertama,kedua,dan ketiga. Hak generasi pertama adalah hak sipil dan politik yang melindungi kebebasan sipil.Hak-hak ini berasal dari deklarasi-deklarasi hak asasi manusia yang dikeluarkan di Amerika Serikat dan Prancis pada akhir abad ke-18.Kemudian,hak generasi kedua pada dasarnya adalah hak ekonomi,sosial,dan budaya,yang dimaksudkan agar individu dapat mengakses sumber daya, barang,dan jasa tertentu,dan mewajibkan negara untuk mengambil langkah-langkah progresif untuk mewujudkan hak-hak ini.Hak-hak ini dikatakan berakar dari tindakan-tindakan yang diambil pada abad ke-19 untuk menyelesaikan masalah kemiskinan dan eksploitasi pasca-industrialisasi di Eropa.Yang terakhir, yaitu hak generasi ketiga, merupakan hak kolektif yang dikembangkan pada paruh kedua abad ke-20,tetapi hak ini baru belakangan ini mulai dimasukkan ke dalam hukum internasional, seperti dalam Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk.Contohnya adalah hak pembangunan,perdamaian,serta hak untuk menikmati lingkungan yang bersih dan sehat. Keberadaan hak ini masih dipertentangkan oleh negara-negara maju,dan aspek hukum dari hak ini pun masih belum jelas (seperti pertanyaan soal siapa yang dapat menjadi pemilik haknya, dan kepada siapa kewajiban untuk menghormati hak tersebut dapat dialamatkan).

Hak individu dan hak kolektif

PUHAM dan perjanjian-perjanjian HAM internasional memiliki pendekatan yang individualistik, atau dalam kata lain, individulah yang menjadi penerima hak.Pasal 27 ICCPR memang menyatakan bahwa "Di negara-negara yang memiliki kelompok minoritas berdasarkan suku bangsa, agama atau bahasa, orang-orang yang tergolong dalam kelompok minoritas tersebut tidak boleh diingkari haknya dalam masyarakat,bersama-sama anggota kelompoknya yang lain,untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri,atau menggunakan bahasa mereka sendiri."Namun, perjanjian ini tidak menyebut "kelompok minoritas" sebagai penerima hak, tetapi malah menggunakan istilah "orang-orang yang tergolong ke dalam kelompok minoritas". Hal ini mungkin disebabkan oleh kekhawatiran bahwa pasal ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan separatis. Pendekatan semacam ini juga digunakan oleh Deklarasi tentang Hak-Hak Orang-Orang yang Tergolong ke dalam Minoritas Nasional atau Etnis,Agama,dan Bahasa (1992).Walaupun begitu,pendekatan yang lebih bersifat kolektivis dapat ditemui dalam Deklarasi tentang Hak-Hak Penduduk Asli (2007). Deklarasi tersebut menyebutkan hak-hak yang diberikan kepada kelompok penduduk asli sekaligus individu yang merupakan bagian dari kelompok tersebut.Contoh hak kolektif dalam deklarasi tersebut adalah hak penentuan nasib sendiri bagi kelompok penduduk asli, sementara contoh hak individu adalah hak untuk hidup bagi individu penduduk asli. Sebagai tambahan, sehubungan dengan hak penentuan nasib sendiri, Deklarasi dan Program Aksi Wina menganggap peniadaan hak tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia.


Hak-hak inti

Tanpa menghapuskan unsur keutuhan dari hak asasi manusia, beberapa hak dianggap lebih penting untuk mempertahankan nyawa manusia dan menegakkan martabatnya. Oleh sebab itu, hak-hak tersebut dipandang memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada yang lainnya dan memerlukan tanggung jawab khusus dari negara.Sebagai contoh,hak untuk hidup dan pelarangan penyiksaan dianggap lebih utama daripada hak untuk beristirahat seperti yang dicantumkan dalam Pasal 24 PUHAM.Biasanya hak yang dianggap sebagai "hak inti" adalah hak-hak sipil dan politik, tetapi filsuf Amerika Serikat Henry Shue juga telah mengidentifikasi sejumlah "hak-hak dasar" yang dianggap menjadi prasyarat demi tegaknya hak-hak lain, dan salah satu hak yang ia sebutkan adalah "hak untuk memperoleh sumber penghidupan minimal" yang sangat terkait dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Perjanjian-perjanjian HAM internasional sendiri mengakui sejumlah hak yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan keberadaannya, dan hak tersebut boleh dikatakan sebagai "hak inti".Menurut Pasal 4(2) ICCPR, hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan darurat meliputi hak untuk hidup, pelarangan penyiksaan atau "perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia", pelarangan perbudakan, larangan menjebloskan seseorang ke penjara karena tidak mampu memenuhi kewajiban kontrak, asas legalitas dalam hukum pidana, pengakuan bahwa semua orang setara di mata hukum, serta kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama.Namun, Komite Hak Asasi Manusia PBB menyatakan dalam Komentar Umum No. 24 bahwa pasal ini tidak dapat dianggap sebagai bukti adanya hierarki dalam ICCPR.


Post a Comment